Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab, ada seorang pemuda yang bekerja sebagai pengembala kambing.
Pemuda tersebut adalah seorang hamba sahaya yang amanah dan jujur.
Kedua orang tuanya telah meninggal dunia, dan dia hidup sebatang
kara, yatim piatu serta hamba sahaya pula.
Setiap hari pemuda
tersebut mendaki bukit bakau dan merentasi padang rumput untuk menghalau
kambing-kambing milik majikannya dari satu lembah ke satu lembah lainnya.
Dia menjaga kambing-kambing tersebut dengan baik dan amanah seolah-olah
kambing kepunyaan sendiri.
Kemudian, suatu hari Amirul Mukminin
Umar bin Khattab ditemani Abdullah bin Dinar berjalan bersama dari
Madinah menuju Makkah. Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan anak
gembala. Lalu timbul dalam hati Khalifah Umar untuk menguji sejauh mana
kejujuran dan keamanahan si anak gembala itu. Khalifah Umar pun
mendekati pemuda pengembala itu, seraya berkata, "Sungguh banyak
kambing yang kamu pelihara, lagi pula sangat bagus dan gemuk-gemuk
semuanya. Oleh karena itu kamu juallah kepadaku. Saya menginginkan
seekor darinya yang gemuk dan bagus."
Mendengar kata-kata demikian, pengembala
tersebut menjawab, "Kambing-kambing ini bukanlah milik saya, tetapi
milik majikan saya. Saya hanyalah seorang hamba dan pengembala yang
mengambil upah saja."
Umar bin Khattab berkata lagi, ''Katakan saja nanti pada tuanmu, kambing itu dimakan serigala.''
Anak
gembala tersebut diam sejenak, ditatapnya wajah Amirul Mukminin, lalu
keluar dari bibirnya perkataan yang menggetarkan hati Khalifah Umar, "Dimana Allah? Dimana Allah?” anak
itu mengulang-ulang. (Kurang lebih maknanya adalah, ''Jika Tuan
menyuruh saya berbohong, lalu di mana Allah? Bukankah Allah Maha
Melihat? Apakah Tuan tidak yakin bahwa siksa Allah itu pasti bagi para
pendusta?")
Umar bin Khattab adalah seorang
khalifah, pemimpin umat yang sangat berwibawa lagi ditakuti, dan tak
pernah gentar menghadapi musuh. Akan tetapi, menghadapi anak gembala itu
beliau gemetar, kagum, sekaligus bahagia memiliki rakyat yang taat
kepada Allah SWT.
Seketika, Umar bin Khattab pun menangis dan
mendekap anak itu. Kemudian beliau minta ditunjukan rumah majikannya.
Tak lama, Umar bin Khattab membeli anak gembala itu dan
kambing-kambingnya dari majikannya. Lalu, ia memerdekakan anak gembala
itu dan menghadiahkan seluruh kambing itu sebagai balasan atas sifat
amanah dan keimanannya.
Alangkah indahnya suatu negeri, bila penduduknya memiliki iman dan
ihsan seperti anak gembala itu. Bila iman dan ihsan menyebar di negeri
ini, maka kita akan mendapati peraturan akan dipatuhi, negara akan aman,
kemakmuran akan dinikmati, hati penduduk negeri menjadi damai.
Demikian
memang jaminan dari Allah SWT di dalam Alquran, ''Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatan mereka.'' (Q.S Al-A'raf : 96)
Kisah di atas mencerminkan gambaran pribadi yang jujur
dan menjalankan kewajiban dengan disiplin yang kuat. Dia tidak akan
berbohong walaupun diiming-imingi keuntungan materi sekalipun. Anak
gembala itu walaupun miskin, menghadirkan Allah dalam setiap denyut dan
detak kehidupannya. Walaupun miskin dia tidak menjual imannya dengan
uang atau harta. Walaupun secara lisan mungkin dia tidak mengucapkan
kalimah zikir, tetapi dari tindakannya dia berzikir. Zikir yang
sesungguhnya, Selalu mengingat Allah dan selalu menghadirkan Allah.
Adakah kita mengingat keberadaan Allah SWT saat hendak melakukan sesuatu?
Allah memang tidak terlihat secara kasat mata, tapi sesungguhnya Allah
selalu melihat semua perbuatan hamba-Nya. Apakah itu kebaikan ataupun
keburukan. Sifat jujur dan takwa adalah dua sifat yang tidak dapat
dipisahkan.
Karena orang yang bertakwa, pastilah berperilaku
jujur. Dan sebaliknya, orang yang berperilaku jujur termasuk golongan
orang yang bertakwa.
Sebagaimana firman Allah SWT, ''Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan,
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (Q.S Al-Maidah : 8)
Betapa
sesungguhnya kejujuran adalah salah satu sifat dari hamba Allah yang
senantiasa bertakwa. Bahkan, kejujuran dan keadilan itu tidak hanya
ditujukan untuk sesama Muslim, tetapi juga kepada kaum yang dibenci
sekalipun.
Ketakwaan akan membuka jalan
untuk ke surga. Bila kepingan rupiah tidaklah mampu membeli surga, sudah
seharusnya kita tidak menjual kejujuran hanya demi materi dunia.
Title : Seri Kisah : Seorang Anak Pengembala
Description : Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab, ada seorang pemuda yang bekerja sebagai pengembala kambing. Pemuda tersebut adalah seorang hamba...